Selamat Datang

Selamat datang di website resmi/subdomain Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Purworejo di http://dinppkp.purworejokab.go.id/, terima kasih.

Selasa, 02 April 2013

Biofuel Singkong


Bioetanol (Bahan Bakar Minyak) dari Singkong
Negara-negara maju telah mengembangkan energi alternatif yang dapat menggantikan peranan minyak bumi dan sumber bahan alam (terutama galian) yang berfungsi sebagai bahan bakar.
Cadangan minyak bumi yang semakin menipis, karena peningkatan kebutuhan serta jumlah penduduk dunia yang bombastis (misalnya :  Jumlah penduduknya China mencapai 1 milyar) adalah faktor pendorong giatnya ilmuwan dalam mencari sumber energi baru yang dapat diperbaharui, murah dan aman bagi lingkungan (terutama yang berasal dari nabati).
Beberapa bahan bakar alternatif yang populer adalah biodiesel, biogas, biofuel, hydrogen dan energi nuklir. Biofuel adalah salah satu turunan dari biomassa. Biofuel merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan atau hewan, biasanya dari pertanian, sisa padatan juga hasil hutan.
Biofuel, khususnya etanol, diperoleh melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana), fermentasi dan destilasi dari tanaman/komoditas Jagung, Tebu dan Singkong dapat dikonversi menjadi bahan bakar.
Sebagai alternatif pengganti bahan bakar premium, Singkong dapat diolah menjadi bioethanol. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan gliikoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, baru difermentasi menjadi etanol.
Pembuatan etanol dari singkong yang diterapkan oleh Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, berkapasitas 10 liter per hari, pengolahannya sebagai berikut :


  1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil 
  2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Perlakuan ini persis sama sebagaimana singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet, sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku
  3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, kemudian tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 1000C selama ½ jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental
  4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergillus dikuhurkan*) pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi, agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati
  5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi dua lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum 
  6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C dan pH 4,5—5,5
  7. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi tiga lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein, di atasnya air dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol
  8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein
  9. Walaupun setelah disaring, etanol masih tercampur air, maka untuk memisahkannya, lakukan  penyulingan atau destilasi. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap dibanding air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air, sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair
  10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100″C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
*) dikuhurkan = ditularkan (diinokulasi) supaya berkembang biak

Referensi : Berbagai sumber

2 komentar:

jefri mengatakan...

artikel yang bagus.

Pertanian Purworejo mengatakan...

Terima kasih, semoga bermanfaat

Kurs Mata Uang Hari ini