Pranata mangsa (bahasa Jawa =
penentuan musim) adalah semacam penanggalan yang berkaitan dengan musim menurut
pemahaman suku Jawa, khususnya dari kalangan petani dan nelayan. Pemahaman seperti
ini juga dikenal oleh suku-suku lainnya di Indonesia, antara lain : suku Sunda dan
suku Bali (dikenal sebagai Kerta Masa) atau di beberapa tradisi Eropa, misalnya
pada bangsa Jerman dikenal sebagai Bauern Calendar (penanggalan untuk petani).
Pranata Mangsa berasal dari dua kata, yaitu Pranata yang
berarti aturan dan Mangsa yang berarti musim atau aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan untuk
melakukan suatu pekerjaan. Hal ini dipelopori oleh raja Pakoeboewono VII dan dimulai sejak 22
Juni 1856. Contoh : Penentuan untuk melaksanakan usaha tani bercocok tanam atau melaut para
nelayan, merantau atau berperang. Biasanya digunakan oleh para petani pedesaan berdasarkan
pada naluri saja, dari leluhur yang sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul
dan bagaimana uraian setiap kejadian dalam setahun, tetapi tetap dipakai
dan sebagai patokan untuk mengolah pertanian.
Pranata mangsa adalah aturan waktu musim, yang berdasar
pada kalender Masehi (solar calendar). Ada kemungkinan
bahwa kalender Pranata Mangsa ini termasuk dari 40
sistem kalender yang oleh sebuah studi tahun 1987 digunakan di dunia dan
dikenal
dalam pergaulan internasional dan lebih spesifik hanya dikategorikan
dalam tiga mazhab besar, yaitu : sistem Kalender Masehi/Syamsiah (solar calendar), kalender Qomariah (lunar calendar) dan Lunisolar, sehingga kalender Pranata Mangsa mengacu pada sistem kalender yang
perhitungannya berdasarkan perjalanan bumi saat melakukan revolusi
mengorbit matahari. Kalender Pranata Mangsa juga mengenal tahun kabisat dan basithah yang dikenal dengan wastu
dan wuntu. Hal itu dilakukan sama
persis dengan sistem kalender Syamsiah agar tetap sinkron dengan tahun tropis
(musim). Untuk menjaga sinkronisasi inilah, maka jumlah harinya disisipi dalam
bentuk tahun kabisat (leap year)
sebagai tambahan pada jumlah hari rata-rata kalender tersebut.
Menurut sumber aslinya, yaitu Kitab Primbon Qamarussyamsi Adammakna, Pranata Mangsa puniku petangan mangsa
wawaton lampahing suz. Petangan punika dede barang enggal, wiwit kina-makina
inggih sampun wonten. Ing taun Masehi 1855 potongan wau kabangun malih saking
mangsa kasa (mangsa 1, dhawah ing suraya 22 Juni 1855. menggah jengkapi sataun
wonten ing wekasaning mangsa : Sadha (mangsa 12), dhawah surya 20 Juni 1856.
Dados pranata mangsa taun : 1 jangkep umur dinten.
Petangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Petangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Dari uraian bahasa Jawa di atas dapat dipahami bahwa Pranata
Mangsa diambil dari sejarah para raja di Surakarta, yang tersimpan di musium
Radya-Pustaka. Menurut sejarah, sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat
kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono
VII yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani,
tepatnya mulai 22 Juni 1855 titik balik matahari pada musim panas,
penanggalan ini dipakai di daerah tropis seperti di jawa dan Bali.
Pada awalnya sebelum ada kalender Jawa, masyarakat masih
menggunakan sistem penanggalan Saka Hindu yang berdasarkan pergerakan matahari.
Kemudian pada tahun Saka Hindu 1554 atau bertepatan dengan tahun 1933 M, Raja
Mataram Sri Sultan Agung Prabu
Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar sistem penanggalan matahari menjadi
sistem bulan seperti kalender Hijriah. Perubahan penanggalan tersebut berlaku
untuk seluruh pulau Jawa dan Madura, kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Blambangan).
Hal tersebut terjadi, karena tiga daerah tersebut tidak termasuk dalam wilayah
kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh
budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Perubahan kalender Jawa dilakukan pada hari Jumat Legi saat
tahun baru Saka 1555 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633
M. Pergantian sistem ini tidak mengganti hitungan tahun Saka 1555 yang sedang
berjalan menjadi tahun pertama, tetapi meneruskannya. Hitungan tahun tersebut
berlangsung sampai saat ini.
Pada tahun 1855 M, karena penanggalan bulan dianggap tidak
memadai sebagai patokan para petani untuk bertanam, maka bulan-bulan musim atau
bulan-bulan matahari yang disebut sebagai pranata mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV. Penanggalan
yang telah diperbaharui tersebut ditetapkan secara resmi dengan nama-nama
pranata mangsa tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Daur Kalender Baku Pranata Mangsa
Tabel 1. Daur Kalender Baku Pranata Mangsa
Menggah dhuawahing taun Wuntu punika katentokaken saben 4 taun sapisan; dene
pangetangipun : menawi angkaning taun kapara 4 pinang ceples, dhawah taun Wuntu, kajawi yen angkaning taun wau dhauh utawi jejeg.
1) Kasa, mulai 22 Juni, berusia 41 hari. Para
petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan pada masa tersebut dimulai menanam
palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan berjatuhan.
Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan
(kayu-kayuan).
2) Karo, mulai 2 Agustus, berusia 23 hari. Palawija
mulai tumbuh, pohon randu dan mangga, tanah mulai retak/berlubang.
Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka (retak). Musim kapok bertunas
tanam palawija kedua.
3) Katiga, mulai 25 Agustus, berusia 24 hari.
Musim/waktunya lahan tidak ditanami, sebab panas sekali dan palawija
mulai dipanen, berbagai jenis bambu tumbuh. Penampakannya/ibaratnya : suta
(anak) manut ing Bapa (lanjaran). Musim ubi-ubian bertunas panen palawija.
4) Kapat, mulai 19 September, berusia 25 hari.
Sawah tidak ada (jarang) tanaman, karena musim kemarau, para petani mulai
menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk mulai berbuah,
burung-burung kecil mulai bertelur. Penampakannya/ibaratnya : waspa kumembeng
jroning kalbu (sumber). Musim sumur kering, kapuk berbuah, tanam pisang. Pada
masa ini kemarau berakhir.
5) Kalima, mulai 14 Oktober, berusia 27 hari. Mulai
ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat rorak/selokan untuk tempat mengalirkan air di pinggir
sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon Asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat
mulai keluar. Penampakannya/ibaratnya : pancuran (hujan) emas sumawur
(hujannya) ing jagad. Musim turun hujan, pohon Asam bertunas, pohon Kunyit
berdaun muda.
6) Kanem, mulai 10 November, berusia 43 hari. Para
petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan
(durian, rambutan, manggis), burung blibis mulai kelihatan di
tempat-tempat berair. Penampakannya/ibaratnya : rasa mulya kasucian (sedang
banyak-banyaknya buah-buahan). Musim buah-buahan mulai tua, mulai menggarap
sawah.
7)
Kapitu, mulai 23 Desmber, usianya 43 hari. Benih
padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir.
Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta (bisa larut dengan angin,
saat banyak penyakit). Musim banjir, badai longsor mulai tandur.
8)
Kawolu, mulai 4 Februari, usianya 26 hari, atau
4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, uret mulai banyak.
Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan,
musimnya kucing kawin). Musim padi beristirahat, banyak ulat, banyak penyakit.
9)
Kasanga, mulai 1 Maret, usianya 25 hari. Padi
mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing
mulai kawin, cenggeret mulai bersuara. Penampakannya/ibaratnya : wedaring
wacara mulya (binatang tanah dan pohon mulai bersuara). Musim padi berbunga, Turaes (sebangsa serangga) ramai berbunyi.
10) Kasepuluh, mulai 26 Maret, usianya 24 hari. Padi
mulai menguning, mulai panen, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai
menetas telurnya. Penampakannya/ibaratnya : gedong minep jroning kalbu (masa
hewan sedang bunting). Musim padi berisi tapi masih hijau, burung-burung membuat
sarang, tanam palawija di lahan kering.
11) Desta, mulai 19 April, berusia 23 hari.
Seluruhnya memanen padi. Penampakannya/ibaratnya: sotya (anak burung) sinara
wedi (disuapi makanan). Masih ada waktu untuk palawija, burung-burung menyuapi
anaknya.
12) Sadha, mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para
petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya tersisa jerami. Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah saking sasana (badan) (air
pergi dari sumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang berkeringat, sebab
sangat dingin). Musim menumpuk jerami, tanda-tanda udara dingin pada pagi hari.
Dari
Pranata Mangsa itu
diketahui bahwa pada bulan Desember-Januari-Februari adalah musimnya
badai, hujan, banjir dan longsor. Mendekati kecocokan dengan
situasi alam sekarang dan jadwal itu sesuai dengan perubahan iklim yang
telah disepakati
bersama.
Selanjutnya
pada musim Kawolu
antara 2 atau 3 Februari sampai 1 atau 2 Maret, bersiap-siaga waspada
menghadapi penyakit
tanaman maupun wabah bagi manusia dan hewan, mungkin akibat dari banjir,
badai dan longsor tersebut akan berdampak menyebarnya penyakit dan
kelaparan. Hal tersebut masuk akal, karena manusia atau binatang bahkan
tanamanpun belum siap mempertahankan diri dari serangan hama penyakit.
Kaitannya
dengan para nelayan,
mereka melaut sambil membaca alam dengan melihat letak bintang yang
dianggap patokan yang selalu menemani saat melaut. Sudah tentu mereka
mengetahui pada bulan-bulan berapa mereka saat yang baik
melaut dan akan mendapatkan ikan banyak. Sebaliknya mereka mengetahui
saat-saat tidak melaut, karena berbahaya dan tidak akan menghasilkan
apa-apa. Pada saat itulah
mereka gunakan waktu untuk memperbaiki jaring-jaring yang rusak,
memperbaiki rumah dan
pekerjaan selain melaut, sehingga mereka dapat mengurangi risiko dan
mencegah
biaya produksi tinggi.
1.
Mangsa Kasa/Sura
:
Candrane : Sotya
murca saking embanan. Sotya = mutiara, murca = hilang. Pindhane
mutiara coplok saka embane. Akeh godhong padha rontok, wit-witan padha ngarang.
Awal mangsa ketiga.
Umure : 41 dina. 22
Juni – 1 Agustus.
2.
Mangsa Karo :
Candrane : Bantala
rengka. Bantala = lemah, rengka = pecah. Lemah-lemah
padha nela. Mangsane paceklik larang
pangan.
Umure : 23 dina. 2 Agustus – 24 Agustus.
3.
Mangsa Katelu :
Candrane : Suta
manut ing bapa. Suta = anak. Pindhane anak manut marang bapake. Pungkasane mangsa ketiga. Lung-lungan, bangsane gadung, uwi, gembili padha mrambat.
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September
4.
Mangsa Kapat :
Candrane : Waspa
kumembeng jroning kalbu. Waspa = eluh, kumembeng = kembeng, kebak, kalbu = ati.
Pindhane eluh kebak ing jerone ati. Sumber padha garing.Awal mangsa labuh.
Umure : 25 dina. 18 Sptember – 12 Oktober.
5.
Mangsa Kalima :
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat. Mas pindane udan. Wiwit ana udan.
Para among tani wiwit padha nggarap
sawah.
Umure : 27 dina. 13
Oktober – 8 Nopember.
6.
Mangsa Kanem :
Candrane : Rasa
mulya kasucian. Pindhane mulya-mulya rasa kang suci. Woh-wohan bangsane pelem
lsp wiwit padha awoh. Pungkasane mangsa labuh. Udan wiwit akeh lan deres.
Umure : 43 dina. 9
Nopember – 21 Desember.
7.
Mangsa Kapitu :
Candrane : Wisa kentir ing maruta. Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ;
maruta = angin. Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
Umure : 43 dina. 22 Desember – 2 Pebruari.
8.
Mangsa Kawolu :
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti.
Pindhane akeh pangarep-arep. Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran.
Wit pari padha mbledug.
Umure : 26 dina. 3Pebruari – 28 Pebruari.
9.
Mangsa Kasanga :
Candrane : Wedharing wacana mulya. Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara,
uni; mulya = mulia, endah. Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak.
Garengpung padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Umure : 25dina. 1 Maret – 25 Maret.
10.
Mangsa Kasepuluh/Kasadasa :
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu. Pindhane akeh kewan padha meteng. Kucing
padha gandhik. Manuk padha ngendhog.
Umure : 24 dina. 26 Maret –
18 April.
11.
Mangsa Dhesta :
Candrane : Sotya sinarawedi. Sotya = mutiara; sinarawedi = banget ditresnani (?).
Pindhane kaya mutyara kang banget ditresnani. Mangsane manuk ngloloh anake.
Mangsa mareng.
Umure : 23 dina. 19 April – 11 Mei.
12.
Mangsa Sada :
Candrane : Tirta sah saking sasana. Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan.
Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem). Akhir
mangsa mareng.
Umure : 41 dina. 12 Mei – 21 Juni.
Referensi dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar